Individualitas atau Sosialitas?

Ilham Mukti
3 min readJul 8, 2020

--

Ben Charles, Pinterest

Oleh: Ilham Mukti
08 Juli 2020

Sejak ospek, saya (atau mungkin kita) sering mendapat nasehat dari kating agar tidak menjadi mahasiswa yang “individualis”, yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Biasanya nasehat itu dilekatkan terutama pada konteks angkatan. Bagi saya, nasehat itu bisa ada karena diandaikan kalau hidup secara bersama itu lebih “mudah” dalam menghadapi berbagai macam tantangan dibanding dengan hidup sendiri-sendiri. Pandangan itu juga bisa ada karena individualitas disederhanakan menjadi “mementingkan diri sendiri” sehingga dianggap hal buruk yang mesti dihindari.

Tak khayal, berbagai cara dilakukan sedari awal agar kita (angkatan) terbentuk menjadi solid tak terpecahkan: mulai dari pakaian yang mesti seragam, barang bawaan yang diatur seragam, dinamika-dinamika angkatan, atau bahkan warna singlet sekalipun. Itu dilakukan untuk memantik sisi sosialitas (mementingkan kelompok) pada diri agar solidaritas antar-kita mudah terbentuk.

Solidaritas dibutuhkan umat manusia karena hidup manusia tidak dapat disangkal akan berhubungan dengan manusia lainnya. Kita sering mendengar: solidaritas untuk warga Tamansari, solidaritas untuk orang Papua, solidaritas untuk orang kulit hitam, solidaritas untuk rakyat yang tergusur, dsb. Solidaritas dibutuhkan terutama untuk melawan ketidakadilan dan tantangan yang besar. Yang khas dari solidaritas adalah bahwa ia melampaui kalkulasi untung-rugi.

Apa coba untungnya kalau kita ikut bersolidaritas bagi warga Tamansari misalnya? Ya tentu tidak ada, atau lebih tepatnya tidak signifikan mempengaruhi nilai jual diri kita terhadap pasar. Maka itu saya beranggapan bahwa solidaritas melampaui kalkulasi untung-rugi, ia masuk lebih dalam lagi yaitu pada hal “kemanusiaan”.

Pada titik lain, kita (sebagai manusia) juga hidup dengan menampilkan sisi individualitas: otonomi terhadap tubuh, apa yang kita mau, apa yang kita tidak mau, otonomi terhadap pakaian, pikiran, properti, dsb. Apa kita mau dengan siapa kita bercinta mesti diatur oleh orang lain? Tentu tidak.

Bayangkan jika negara atau seseorang mengatur bagaimana kamu harus hidup, mengatur cara berperilaku, pakaian yang mesti digunakan. Bayangkan jika apa yang kamu punya dirampas oleh orang lain, pendapat dan kreativitas kamu dibungkam, ide-ide direpresi, preferensi-preferensi kamu dibatasi, dsb. Bayangkan (misalnya) kamu tidak boleh suka K-POP, tidak boleh suka sepak bola, tidak boleh berperilaku X, memakai Y, berkata Z dan semuanya diatur oleh orang lain tanpa kamu pernah suka itu.

Jika bayangan-bayangan itu benar terjadi, tentu bisa ditebak, hidup kita menjadi kaku dan tidak berwarna. Bahasa tongkrongannya “kaku banget kayak BH baru”.

Dari hal itu saya beranggapan bahwa hidup manusia salah satunya juga mengedepankan sisi individiualitas. Dengan kata lain, individualitas dan sosialitas sama-sama dibutuhkan dalam hidup manusia. Pada titik tertentu, sisi individualitas diperlukan, di titik lain, sisi sosialitas juga diperlukan. Artinya, individualitas atau sosialitas bukan lah sebuah hal yang mesti dipilih salah satunya.

Tentu pada momen-momen tertentu kita bisa memilih, tapi pilihan itu tidak otomatis berlaku pada momen lain. Jadi, mencoba menyembah dan membuang salah satunya adalah bentuk simplikasi terhadap hidup manusia, Herry Priyono menyebutnya: ketidakmatangan hidup/kekanak-kanakan. (Herry Priyono, Menimbang Ulang Kapitalisme, 2009). Ia bahkan menulis dengan jelas, “memilih individualitas dengan mengorbankan sosialitas (dan sebaliknya) adalah resep pasti menuju kesesatan”.

Oleh karena (individualitas atau sosialitas) bukan sebuah pilihan yang jika memilih X berarti membuang selain X, kini perdebatannya beralih, dimana batas-batas individualitas dan sosialitas? Dengan mengetahui batas-batasnya, setidaknya kita memberikan sinyal bahwa hidup manusia tidak soal memilih individualitas atau sosialitas, melainkan menghidupi ketegangan diantara keduanya.

Jujur saja saya belum bisa membahas itu lebih jauh. Jika ada yang salah, mohon dikoreksi.

--

--

No responses yet