DICARI, BEM FISIP UNPAD!
Oleh Ilham Mukti
18 Juli 2020
Sejak awal pemilihan, sudah banyak yang mengingatkan bahwa mengurusi publik tidak sebercanda itu. Mengurusi publik itu menguras pikiran, waktu, tenaga, dan uang, jika memang tidak sanggup, sebaiknya mundur, bukan kah itu yang sering kita katakan kepada pejabat negara?
Pertama, saya mau mengingatkan bahwa mengkritik itu bukan tentang personal, tapi tentang kinerja. Kedua, mengkritik bukan berarti membenci. Ketiga, mengkritik bukan berarti saya paling benar. Kita mungkin bisa memperdebatkan ketiga hal itu, tapi tentu bukan itu poin yang mau dibawa.
Tanpa basa basi. Pertama, BEM FISIP Unpad ini kinerjanya lambat, banyak isu-isu sosial politik yang mestinya bisa dimotori oleh BEM FISIP tapi tidak dilakukan. Jika bisa disebutkan, setidaknya ada 3 persoalan besar nasional yang luput dibahas. Pertama adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menangani Covid-19 yang tentu perlu dikritisi. Kedua mengenai kartu pra-kerja yang penuh masalah di tengah persoalan pandemi. Ketiga, mengenai kasus Novel Baswedan yang tak kunjung mendapat titik terang.
Ketiga isu ini adalah isu krusial yang mendapat perhatian nasional. Tapi cukup disayangkan, isu ini tidak dibahas secara komprehensif oleh BEM FISIP, atau bahkan menyentuh pun tidak? Saya tidak tahu persis kenapa isu-isu semacam ini luput dibahas. Jika BEM FISIP tidak menyentuh isu ini, terus siapa yang akan membahas dan mengkajinya, anak-anak FKG? Ya tentu tidak!
Jika BEM FISIP memang tidak concern terhadap isu-isu nasional, ya tinggal disampaikan ke publik. Tapi cukup aneh juga kalau ini dilakukan, mengingat fokus isu BEM FISIP tahun ini adalah “Isu Sosial-Politik dan Kebijakan Publik”, silakan dicek akun instagram BEM FISIP Unpad, itu terpampang jelas.
Jika BEM FISIP tidak punya sumber daya manusia untuk mengkaji isu-isu semacam itu, pilihannya dua: bubarin Kastrat atau kolaborasi dengan pihak lain. Jika pilihan pertama tidak memungkinkan, banyak kok pihak yang bisa diajak kerja sama. Kasus Novel Baswedan bisa bekerja sama dengan FH dalam konteks hukum, kartu pra-kerja bisa kerja sama dengan FEB dalam konteks ekonomi, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 bisa kerja sama dengan himpunan-himpunan mahasiswa di FISIP.
Bukan kah kolaborasi adalah bentuk inklusivitas yang diidam-idamkan sesuai dengan nilai BEM FISIP tahun ini? Jika memang iya, maka perlu diingat, bahwa inklusivitas itu dicari, bukan ditunggu.
Hilihh, ngomong doang gampang. Ya emang gampang, jadi pejabat yang susah.
Kedua, kajiannya minim data. FISIP ini gudangnya responden survey, karena ya memang jurusan dan mahasiswanya banyak. Jika teman-teman mengecek akun instagram Data Kema Unpad dan mencari beberapa survey yang telah dilakukan, maka teman-teman akan menemukan bahwa mahasiswa FISIP hampir selalu menjadi responden terbanyak dalam survey. Selain karena jumlah mahasiswa yang banyak sehingga sample disesuaikan, juga karena KEMA FISIP antusias! CEK 1, CEK 2 , CEK 3 , CEK 4
Tapi sayangnya, beberapa rilisan BEM FISIP tidak memakai data. Pertama, tanggal 27 Juni BEM FISIP merilis Kajian ringkas mengenai evaluasi kuliah daring. Yap, 3 bulan kuliah daring, BEM FISIP baru merilis perihal evaluasi pembelajaran dalam masa pandemi. Sudah mana lama, kajiannya seperti asal-asalan: tidak ada identitas bahwa itu adalah kajian BEM FISIP; tidak ada DATA permasalahan yang dialami KEMA FISIP selama kuliah daring. Kalau tidak ada identitas dan data, bagaimana bisa BEM FISIP mengadvokasikan ini ke dekanat dan rektorat?
Kedua, tanggal 25 Juni BEM FISIP merilis pernyataan sikap mengenai UKT. Tentu saya setuju dengan poin-poin yang diangkat, tapi lagi-lagi datanya tidak ada. Sampai sekarang belum tahu persis: berapa persen KEMA FISIP yang kesulitan membayar UKT; seberapa parah dampaknya; seberapa sulit membayar itu; apa respon KEMA FISIP terhadap kebijakan UKT yang telah dikeluarkan; dsb. Jika data itu tidak ada, ya bagaimana bisa mengadvokasikan itu?
Jika memang BEM FISIP menginduk dengan rilisan BEM KEMA, ya semestinya direpost juga di akun official. Tapi ya cukup disayangkan aja, yang banyak mengisi survey di BEM KEMA adalah anak-anak FISIP, tapi BEM FISIP sendiri tidak punya data tentang rumahnya.
Jika bisa disarankan, untuk mengumpulkan data setidaknya ada 3 cara: sharing data dengan yang punya data; cari data sendiri; dan terakhir, kerja sama dengan himpunan untuk mengumpulkan data. Data-data semacam ini nantinnya bisa digunakan untuk memperkuat argumen dan menaikan posisi tawar di depan dekanat. Jika data tidak ada, ya terus mau bawa apa? mau bawa hati yang kosong? kan ga mungkin.
Saya juga memahami, tampaknya BEM FISIP ini tidak punya bidang yang khusus mengenai Riset dan Data. Setahu saya sih begitu, kalau memang ada ya bagus. Pada era sekarang, data ini menjadi penting. Pada bagian lain, bahkan data dapat menentukan strategi kebijakan apa yang akan diambil. Kedepannya, bidang ini mesti dibuat untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan KEMA FISIP.
Jika memang tidak memungkinkan sekarang-sekarang ini, ya bisa bekerja sama dengan mahasiswa-mahasiswa Statistik, atau mahasiswa FISIP yang ngerti. Bukankah sejak ospek kita selalu menekankan kerja sama? APLIKASIKAN DISINI, JANGAN CUMA JADI JARGON.
Ngomong gampang, YA EMANG GAMPANG.
Ketiga, saya mengapresiasi responsivitas BEM FISIP dalam kasus Ravio Patra yang bisa dibilang penangkapannya mencederai demokrasi, tapi yang bikin bingung, kenapa mandeg di Ravio Patra?
Teman dan mahasiswa-mahasiswa lain juga butuh solidaritas dari BEM FISIP: terror diskusi UGM dan UI; tuduhan makar mahasiswa Papua; kasus Drop Out mahasiswa Unas karena menuntut penurunan UKT; dsb. Solidaritas adalah bentuk keberpihakan, menunjukan sikap untuk berpihak terhadap sesuatu artinya kita punya pendirian yang sama, dalam konteks ini sama-sama menjunjung penguatan demokrasi. Jika keberpihakan tidak dilihatkan, saya curiga BEM FISIP ini sedang pingsan sehingga tidak sadar ada kejadian-kejadian di sekitarnya. Jangankan sadar, untuk bangun pun susah.
Terakhir, ketiga poin di atas hanya lah segelintir permasalahan yang hinggap di BEM FISIP Unpad pada semester ini. Tentu permasalahannya tidak berhenti pada poin-poin di atas. Mau ditanggapi atau tidak, pilihannya dua, bisa diselesaikan atau menambah daftar permasalahan. Jika mau menyelesaikan, ya berubah, bergerak, perubahan tidak datang begitu saja.
Saya juga mengapresiasi beberapa langkah BEM FISIP yang dilakukan selama ini: mengaktifkan kembali akun twitter setelah 4 tahun tidak aktif; konten-konten fisip care center yang cukup bermanfaat; dan terutama kemarin, mengenai analisis terhadap pengurangan UKT dan kondisi keuangan Unpad yang cukup komprehensif.
Disamping isu-isu nasional, tentu persoalan-persoalan internal yang dialami KEMA FISIP juga mesti dipikirkan: pembelajaran daring semester depan bagaimana; pengawalan proses penyesuaian UKT seperti apa; kelas pergerakan dan pemikiran?; kuota data untuk kuliah daring semester depan; pembahasan kampus merdeka; uang pangkal yang melejit; dsb.
Saya berharap, semester kemarin BEM FISIP ini cuma pingsan, bukan hilang dari peredaran. Kalau cuma pingsan, solusinya ya kita bisa membangunkan. Tapi jika hilang, tampaknya kita mesti bikin sayembara dan sebarkan pamflet dengan headline “DICARI, BEM FISIP UNPAD! HILANG DARI PEREDARAN”.
Jika ada yang salah, mohon dikoreksi.